Bagi para penikmat karya sastra maupun seni Jepang, pasti sudah tidak asing lagi dengan wabi-sabi. Wabi-sabi atau sebuah konsep estetika atau keindahan khas Jepang ini melihat sebuah estetika dari sudut pandang yang agak berbeda yakni dari sesuatu yang tidak simetris, sunyi, suram, sederhana, melankolis, dan definisi estetika semacamnya. Intinya, wabi-sabi melihat estetika dari hal yang tidak sempurna, tidak bersifat idealis namun realistis.
Wabi-sabi sering kali ditemui pada karya sastra, karya seni, maupun produk kebudayaan Jepang. Mulai dari karya sastra yang cenderung bercerita tentang kesedihan, kegagalan, keterpurukan, dsb sampai karya seni dan produk budaya yang cenderung terlihat dan terkesan sederhana, tidak mencolok, tidak simetris, dan sebagainya.
Walaupun wabi-sabi merupakan konsep estetika yang sudah ada sejak abad ke-12, namun konsep estetika ini masih dapat kita jumpai pada karya-karya populer Jepang masa kini. Salah satu contohnya adalah pada karya lagu maupun MV (Music Video) sebuah grup idola yang sekarang merajai pasar grup idola perempuan di Jepang, Sakamichi Group.
Sakamichi Group terdiri dari tiga grup idola yakni Nogizaka46, Sakurazaka46, dan Hinatazaka46. Genesis dari grup idola ini yakni Nogizaka46 merupakan rival resmi yang dibentuk untuk menyaingi grup idola yang sebelumnya sempat merajai pasar grup idola perempuan di Jepang, yakni AKB48. Berbeda dengan AKB48 yang mengusung tema modern periode heisei (tahun 1989-2019) yang menyajikan karya yang cenderung menggugah semangat jiwa muda dengan alunan musik serta liriknya yang ceria dan berapi-api, Sakamichi Group mengusung tema periode shouwa (tahun 1926-1989) yang menyajikan karya yang cenderung lebih tenang, anggun, dan elegan.
Dengan konsep yang mereka bawa tersebut, Sakamichi Group sering kali memasukkan konsep wabi-sabi ke dalam karya-karyanya. Contohnya seperti konsep latar belakang pada MV nya yang berupa benda-benda tak beraturan yang disusun secara tidak rapi dan tidak simetris. Selain itu, mereka juga sering membuat ishou atau gaun yang digunakan pada karya mereka menggunakan desain yang tidak simetris dan tidak seragam. Mereka juga cenderung memilih warna gaun yang warnanya tidak cerah dan cenderung kusam. Pada koreografi mereka saat membawakan lagu pun tidak jarang menggunakan gerakan yang tidak sama dan tidak simetris satu sama lain yang membuat formasi terlihat tidak rapi namun tetap kompak. Pada lirik lagu mereka pun sangat sering membawakan cerita dengan tema kesedihan dan realitas kehidupan yang tidak selamanya bahagia.
Hal ini menunjukkan bahwa pada masa sekarang pun, masyarakat Jepang masih banyak yang menggunakan konsep wabi-sabi dalam memandang sebuah keindahan sastra, seni, dan budaya. Sebab, wabi-sabi sangatlah selaras dengan karakter orang Jepang yang cenderung tenang, sederhana, tidak suka terlihat terlalu mencolok, dsb. Dengan memahami wabi-sabi pula kita jadi dapat lebih merasakan dan menikmati keindahan sastra, seni, dan budaya khas Jepang.
Sumber:
https://www.tsunagujapan.com/id/wabi-sabi-japanese-aesthetic-conciousness/
Sumber Gambar:
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/2b/2019.01.26%E3%80%8C%E7%AC%AC14%E5%9B%9E_KKBOX_MUSIC_AWARDS_in_Taiwan%E3%80%8D%E4%B9%83%E6%9C%A8%E5%9D%8246_%40%E5%8F%B0%E5%8C%97%E5%B0%8F%E5%B7%A8%E8%9B%8B_%2846830410112%29.jpg