Koto adalah alat musik petik yang datang ke Jepang, melalui Cina, pada abad ke-7. Koto awalnya dimulai dengan lima string, kemudian tujuh dan pada saat datang ke Jepang, ada 12 string, yang meningkat menjadi tiga belas string.
Koto merupakan instrumen yang populer di kalangan bangsawan, dan pada zaman dahulu seseorang yang tahu cara bermain koto dengan baik dianggap sangat menarik karena mencerminkan kecantikannya. Koto pertama kali digunakan di Jepang pada periode Nara dalam pertunjukan musik istana. Pada periode Heian, koto digunakan untuk mengiringi penyanyi lagu-lagu populer, sedangkan selama periode abad pertengahan, koto digunakan sebagai instrumen solo dan sebagai iringan nyanyian ritual Buddha.
Awalnya koto dimainkan sebagai alat musik tunggal tanpa iringan dari alat musik yang lain. Koto menjadi terkenal atau populer pada abad 17 M setelah seorang maestro alat musik ini menciptakan karya-karya legendaris yaitu Hachidan dan juga Midare. Maestro tersebut bernama Yatsuhashi Kengyo yang menciptakan pakem mendasar bagi lagu-lagu koto atau disebut juga sebagai Sokyoku. Uniknya musik Jepang hanya memiliki 5 nada dan bukan 7 nada seperti yang kita kenal. Karena karya Yatsuhashi lah maka musik koto dicintai warga Jepang dan akhirnya diakui sebagai musik tradisional Jepang. Yatsuhashi akhirnya meninggal dunia pada tahun 1685 yang merupakan tahun lahirnya Bach yang merupakan komposer musik klasik yang terkenal hingga sekarang.
Panjang koto sekitar 160 cm hingga 200 cm dengan lebar sekitar 20 cm. Koto terbuat dari kayu Paulownia (seperti kayu dari Pohon Ash) dan senar yang diikatkan pada kayu tersebut seperti alat musik petik pada umumnya. Koto dimainkan dengan picks yang dikenakan pada jari-jari di tangan kanan sementara tangan kiri menekuk senar-senar yang ada untuk menghasilnya bunyi-bunyi yang berbeda.
Sumber:
https://kusuyama.jp/blog/culture/koto-national-japanese-instrument
https://japanworld.info/blog/japans-national-instrument-the-koto/